Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

Role Model

Di masa lalu, tentunya kita pernah mengidolakan seseorang karena kharismanya atau kepiawaiannya dalam suatu hal. Bahkan hingga kini pun, masing-masing dari kita masih memiliki sosok idola. Beragam idola menyatu dengan kehidupan kita; apakah mereka berprofesi sebagai aktor, tokoh, politisi, atasan (rekan kerja?), atau bahkan keluarga. Idola mampu menginspirasi cara berpikir hingga mengubah banyak hal dalam hidup. Kita senang ketika idola kita bersinar, sebaliknya kita akan sed ih apabila idola kita terpuruk karena suatu kasus atau bahkan meninggal. Fenomena itu tak lepas dari fase-fase perkembangan, salah satunya melalui tahapan pencarian identitas diri. Identitas diri adalah suatu proses dalam memperjelas dan mengintegrasikan diri sendiri sebagai satu individu yang tersendiri dan utuh. Pemahaman lebih rinci dijelaskan oleh Erikson (1963) yang menyatakan bahwa identitas diri adalah cara seorang individu menata semua identifikasi, sifat-sifat, hasrat dalam orientasi yang dipercaya in

Gen Y, Burnout, dan Pilihan Hidup.

Saya itu tipikal orang yang mudah bosan dalam banyak hal, pokoknya sulit sekali menetap dalam satu rutinitas. Apalagi kalau harus duduk manis memulai bimbingan bersama mbak Hana (pembimbing tesis), bukanya dibimbing yang ada saya malah diplintir karena topiknya selalu berubah-ubah. Lompatan idenya membuat saya sendiri takut untuk memberikan ruang lebih dalam berekspresi, yang ada nanti saya terlalu lama menunda kelulusan. Pada kasus lain, pernah sekali waktu calon psikolog (termasuk saya) diberikan serangkaian tes psikologi (sumpah ini melelahkan; senang mengadministrasikan alat tes, bukan jadi pesertanya). Tes inteligensi sih lewat, grafis ya begitulah keadaannya, nah giliran deret angka, masyaallah rasanya ingin lempar itu kursi saking penatnya berkutat dengan angka selama perpuluh-puluh menit. Sampai pada akhirnya, saya berkenalan dengan salah satu alat tes yang mengukur kepribadian yang dikembangkan oleh William Moulton Marston dan hasilnya menunjukkan bahwa saya tipikal dom

Corporate Culture

Bila Prof. Sarlito membuat  essay  yang ringan namun berbobot dengan judul Celana dalam konteks budaya, saya juga mencoba meringkas kembali penelitian saya tentang budaya, namun kali ini saya akan memaparkannya dalam konteks organisasi/ perusahaan.  Budaya, merupakan asumsi dasar bersama yang dipelajari dan dijalankan dengan baik serta dianggap sebag ai sesuatu yang telah teruji dalam mengatasi adaptasi eksternal maupun internal oleh suatu kelompok, oleh karenanya akan terus diturunkan kepada anggota lain sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan merasa dalam kaitannya dengan masalah tersebut (Schein, 2004). Hal yang dapat kita sadari bahwa budaya itu bersifat stabil dan sulit untuk berubah karena budaya mencerminkan akumulasi pembelajaran dari sebuah kelompok (cara mereka berpikir, merasakan, dan meyakinkan dunia bahwa budaya dapat menciptakan kesuksesan suatu organisasi). Schein (2004) mengungkapkan bahwa kita akan mulai menyadari bahwa tidak ada budaya yang ben