Move On Yuk ...

Pernahkah teman-teman FB membaca TL sso yang begitu gelisah, sedih, atau putus asa karena suatu sebab?. Terutama bila kita cermati beberapa dekade ini, orang begitu terbuka tentang masalah pribadi dengan mengkisahkannya di media sosial. Barangkali itu merupakan bentuk ekspresi yang telah lazim bagi seseorang yang mengalami perasaan berduka/ kesepian. Apakah memang demikian, yuk coba kita bahas sejenak.

Seseorang yang mengalami putus hubungan akan merasakan kondisi yang tidak nyaman. Siapa yang bersedia merasakan putus cinta?. Saya rasa tidak ada. Bagaimana pun, masing-masing kita pernah mengalami perasaan tidak nyaman yang dipengaruhi adanya kebutuhan akan afeksi (hubungan antara dua orang (atau lebih) yang lebih dari sekedar rasa simpati atau persahabatan) yang membuat kita tidak bisa merasakan hangatnya kasih sayang (romantisme) bila tidak dengan pasangan. Tentu, putus cinta telah mengakhiri masa-masa romantisme tersebut yang membuat kita berada pada posisi yang sulit. Ah, kan saya belum pernah merasakan putus cinta. Ya, bersyukur saja, tapi pernah kan mengalami masa-masa saling diam (hampa/ kangen) karena sedang marah?. Rasanya hampir mirip lah, hanya saja ini lebih sakit, lebih membekas dan butuh waktu yang relatif lama untuk kembali ke keadaan normal. Sok, kalau mau mencoba.  

Biar mendapatkan ilmu yang bermanfaat, nih saya tautkan pendapat Bruno (2000) tentang kesepian. Apa sih kesepian itu, ia mendefinisikan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain. Seseorang akan merasa terasing ketika orang yang selama ini selalu mendampinginnya secara mendadak hilang dari sisinya. Tentu, rasa kesepian ini akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri (Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter & Quintana, 1985). Tapi pembaca jangan khawatir ya,  karena kesepian semacam ini sifatnya sementara (state loneliness), dan akan kembali menemukan keceriaan manakala kita telah ikhlas dan siap menjalani kehidupan yang baru. Tapi kan sakit mas, makanya bawaannya curhat di medsos atau dengan sahabat. Mas ndak merasakan sih betapa sakitnya situasi ini, mau makan aja ndak enak mas. Ya selama itu membantu mengurangi rasa kesepian ya sah-sah saja, asal tidak terlalu (kata bang Haji Roma). Jangankan situ, lha wong saya juga pernah merasakan, tapi itu dulu, makanya sekarang saya bisa sharing dengan anda haha.

"Sebenernya saya tidak khawatir dengan diri saya mas, saya lebih khawatir dengan dia yang salah jalan. Saya sedih mas, soalnya saya sudah bisa meliat endingnya akan seperti apa, tapi ya bisa apa, saya tidak bisa maksa atau ngatur bukan, ya sudah pergi saja karena aku tidak sanggup melihatnya".


Nah, buat anda yang dilema semacam ini, ada baiknya kita berhenti dari rasa ingin tahu dan biarkan dia menjalani kehidupannya. Kita tidak bertanggung jawab atas maju atau mundurnya hidup seseorang hanya karena dia pernah menjadi bagian dari diri kita. Semakin kita berpikir realistis semakin mudah untuk merelakannya. Selanjutnya, bagi anda yang sedang mengalaminya, pilihan terbaik dalam menjalani masa-masa semacam ini adalah berusaha menaham diri dari keinginan untuk segera mencari pasangan baru. Alih-alih mendapatkan kepuasan, barangkali anda sedang terperangkap oleh sikap terburu-buru demi mengisi kekosongan dengan pertimbangan kesepian. Saya percaya bahwa di waktu yang tepat dan dengan kesiapan yang cukup, pada akhirnya kita akan menemukan kebahagiaan itu. Bahagia seperti yang kita butuhkan, bukan yang kita harapkan.

Ini ada pengandaian yang logis, diambil dari blog: http://mteresia.blogspot.com


Menurut gue cinta adalah sebuah perasaan yang egois. Dimana A ingin memiliki B, sementara B belum tentu ingin bersama A. Siapa tahu B ingin bersama dengan C. Di situasi seperti ini A akan merasa cintanya tak terbalas, dan akan mencap B tega kepadanya. Sementara di posisi B jadinya beda lagi, cinta gak bisa dipaksakan, bukan kamu yang saya ingini, saya menginginkan dia (C), apakah saya juga tidak boleh memilih sesuai dengan kata hati saya? Dan A akan mempunyai pandangan "saya yang mencintai kamu, saya lebih bisa membahagiakan kamu ketimbang dia, kenapa kamu tidak menyadari itu?". Lalu B akan berkata "Saya tau, tapi cuma dia yang saya inginkan dalam hidup saya, saya yang mengerti betul akan apa yang terbaik untuk saya, sekalipun kamu baik kepada saya dan dia menyakiti saya".

Lalu permasalahannya kesalahan terletak pada posisi siapa? Dalam cinta sesungguhnya gak ada yang salah. Dan jangan memasukkan teori apapun kedalam cinta, karena sebenarnya cinta cuma sebatas perasaan yang gak kenal logika. Pada intinya harus ada salah seorang yang mengalah. Harus ada seseorang yang lebih dewasa terhadap perasaannya itu, yang lebih unggul dari keegoisan cinta itu sendiri. Tentunya akan sakit sekali, namun memang harus seperti itu. Yang satu bahagia, dan yang satu bersedih. Atau bisa jadi keduanya tidak bahagia sama sekali :)
Jauh lebih baik kita yang sakit sementara orang yg kita cintai bahagia, daripada kita bahagia sementara orang yang kita cintai sakit bukan?



"How people treat you is their karma; How you react is yours ~ Wayne Dyer"
"What Goes Around Comes Around"


Rujukan:
Bruno, F. J., (2000). Conquer Loneliness, Menaklukkan Kesepian. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anderson, 1994. Fungsional Attributes of Biodiversity in landuse System: In D.J. Greenland and I. Szabolcs (eds). Soil Resiliense and Sustainable land Use. CAB International. Oxon.
Margalit, M. (2010). Lonely and Adolencents: Self-Perceptions, Social Exclusion, and Hope. New York: Springer.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Panji: Representasi Laku Orang Jawa

HEBOH : SULIT TIDUR